Pendahuluan
Ketergantungan Indonesia pada produk asing ataupun produk dari perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia memang luarbiasa. Kita menggunakan produk asing mulai dari makanan hingga bahan bangunan. Sampai pada batas tertentu, investasi asing memiliki dampak bagus bagi pertumbuhan ekonomi namun dominasi asing yang melebihi batas malah menyebabkan kemelaratan dan tidak optimalnya pembangunan ekonomi bagi kesejahteraan rakyat.
Dominasi Asing di Berbagai Sektor
Perbankan
Bank adalah jantung perekonomian nasional karena merupakan sumber pembiayaan pembangunan negara. Kepemilikan perbankan berarti kepemilikan strategis atas perekonomian Indonesia. Hingga akhir 2007, porsi kepemilikan asing mencapai 47% atas perbankan nasional. Berdasarkan Peraturan Presiden nomor 77 tahun 2007 kepemilikan asing di bank Indonesia diperbolehkan hingga 99%. Sebagai perbandingan kita bisa melihat bahwa kepemilikan asing di Filipina maksimal hanya 51%, Thailand 49%, India 49%, Korsel 30%, Malaysia 30%, Vietnam 30%, AS 30%, RRC 25%, dan Australia 15%. Selain masalah porsi kepemilikan, bank-bank asing hanya menyalurkan 50% dana pihak ketiga dan hanya 6,8% disalurkan ke UMKM dari total dana yang disalurkan padahal UMKM adalah tulang punggung perekonomian Indonesia. Bank-bank asingpun lebih senang menyalurkan kredit konsumtif sehingga membudayakan perilaku konsumtif. Kondisi ini diakibatkan lemahnya regulasi di Indonesia. Bank Indonesia baru sebatas mengkaji masalah ini dengan membahas kembali arsitektur perbankan Indonesia.
Telekomunikasi
Dari sektor telekomunikasi, semua kepemilikan saham operator seluler telah dikuasai pihak asing. Fakta yang ada menunjukan bahwa 35% saham Telkomsel dimiliki Singtel, 42% saham Indosat dimiliki Qatar Telekom dan XL Axiata dimiliki Telecom Malaysia. Berdasarkan Peraturan Presiden nomor 77 tahun 2007 kepemilikan asing dalam bentuk kepemilikan modal di industri seluler diperbolehkan hingga 65%. Dengan infrastruktur telekomunikasi yang dikuasai pihak asing, keamanan dan kelancaran informasi tidak dapat terjamin.
Perhubungan
Dalam sektor transportasi, yaitu pelayaran dan penerbangan, banyak perusahaan asing terbukti melemahkan daya saing perdagangan komoditas nasional dan memberikan keunggulan kompetitif kepada produk dan jasa asing. Menurut data INSA tahun 2005, 96,59% kegiatan ekspor-impor dilayani oleh kapal-kapal berbendera asing dan 46,8% angkutan kargo dalam negeri dikuasai pula oleh asing. Kondisi ini tidak lepas dari lemahnya aturan di Indonesia. Industri pelayaran nasional terhadang kendala sulitnya pembiayaan berupa kredit perbankan untuk kapal dan industri penerbangan nasional yang harus bersaing dengan penerbangan asing komersial untuk mengangkut penumpang-penumpang lokal. Pemerintah juga tidak membuat kebijakan yang dapat mendorong kemudahan pengadaan kredit kapal baru.
Listrik
Pendistribusian tenaga listrik untuk umum juga menerima imbas dari adanya produk hukum yang tidak berpihak pada rakyat. Kekacauan pengelolaan kelistrikan terjadi pada tahun 1992 ketika swasta diperkenankan turut serta dalam bisnis penyediaan listrik dengan Keppres No.37 Tahun 1992 yang kemudian dilanjutkan dengan adanya UU No. 20 Tahun 2002 yang tampaknya telah mengubah listrik dari obyek infrastruktur menjadi komoditas. Komersialisasi menjadi lebih dominan sehingga profit merupakan bagian terpenting dalam pengembangannya.
Perminyakan dan Pertambangan
Dari sektor pertambangan, salah satu contohnya adalah PT Freeport yang telah mengeksploitasi sumber daya alam di Tembagapura, Papua, yang tidak hanya menambang tembaga, namun juga emas.
Cara Penguasaan Asing
1. Foreign Direct Investment. Asing memasuki Indonesia dengan cara mendirikan perusahaan di Indonesia, mengakuisisi saham perusahaan Indonesia atau mendirikan joint ventures dan sindikasi. Dengan cara ini mereka berhasil memperoleh keuntungan yang akhirnya dibawa pulang ke negerinya masing-masing. Pada kondisi tertentu, investasi dibutuhkan manakala terdapat financing gap namun kondisi yang ada di Indonesia memprihatinkan karena asing menguasai sektor-sektor strategis dan menekan pelaku usaha lokal. Dengan cara ini, negara asing dapat mengendalikan perusahaan di Indonesia, termasuk pula kebijakan ekonomi nasional dan hukum
2. Aliran Hot Money. Hot money adalah dana investasi jangka pendek dengan mobilitas tinggi yang masuk ke pasar keuangan. Umumnya hot money adalah uang milik para investor (yang lebih dikenal dengan sebutan spekulator), yang ditanamkan ke saham, obligasi negara dan perusahaan swasta maupun Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Investasi hot money ini sangat likuid, artinya uang bisa masuk dalam jumlah besar dengan cepat, tapi juga bisa keluar diambil sekaligus dalam jumlah yang tidak terbatas pula. Hal ini menimbulkan kerentanan manakala dana tersebut ditarik tiba-tiba dan serentak dan hal itulah yang menjadi penyebab krisis moneter pada tahun 1997.
3. Intelijen. Penggunaan intelijen untuk kepentingan mengubah kebijakan politik dan hukum di Indonesia. Banyak buku yang mengulas keterlibatan CIA untuk menggulingkan Soekarno yang sosialis dan tidak bersahabat dengan liberalisme. Artikel yang ditulis Lisa Pease “ JFK, Indonesia, CIA and Freeport “ menjelaskan motif ingin menguasai Irian oleh Amerika Serikat (AS) mendorong AS menggunakan CIA untuk menggulingkan pemerintahan Soekarno dengan merekayasa pemberontakan PKI.
4. Suap. Pengucuran dana dalam penggodokan Undang-Undang dan peraturan yang akan memuluskan usaha asing menguasai Indonesia. Kita bisa membaca apabila produk-produk legislasi Indonesia sangat membela kepentingan asing sehingga tidak menutup kemungkinan mereka memanfaatkan oknum legislator dengan mental korup dengan menyogok mereka.
5. Jebakan Utang. Strategi jebakan utang oleh AS dan perangkatnya seperti IMF dan ADB. Paket utang disertai dengan kebijakan-kebijakan yang harus dilaksanakan oleh negara pengutang seperi privatisasi BUMN untuk menutup defisit. Apabila negara target tidak mau mengikuti saran lembaga pemberi utang maka kaki tangan mereka yaitu para spekulator masuk dengan tujuan melemahkan mata uang negara target. Pelemahan mata uang mengakibatkan negara tersebut membutuhkan valas sehingga mau tak mau harus meminjam kepada lembaga-lembaga seperti IMF. Tekanan negara dan lembaga pemberi utang berupa paket saran kebijakan neoliberalisme yang pada akhirnya hanya akan menguntungkan asing.
Arah Cengkeraman Asing
Pasal 33 UUD 1945 mencantumkan adanya ketentuan perekonomian nasional didasarkan atas asas demokrasi ekonomi. Pasal 33 menginginkan bahwa rakyat harus dijadikan obyek kemakmuran, oleh karena itu pasal 33 lebih menekankan adanya penguasaan hajat hidup orang banyak digunakan untuk kepentingan dan kemakmuran rakyat. Meskipun begitu sistem ekonomi pasal 33 tetap menghendaki adanya efisiensi yang akan diserahkan kepada swasta, pemerintah atau campuran antara swasta dan pemerintah dengan pengawasan negara. Pengawasan ini dimaksudkan agar tidak terjadi konsentrasi dan monopoli. Namun dalam penerapannya sangat jauh dari apa yang dikehendaki oleh pasal 33 tersebut.
Namun dalam pelaksanaannya, banyak peraturan yang tidak mencerminkan ekonomi sosialis yang dianut Indonesia. Sebagai contoh, PP No. 20 Tahun 1994 bertentangan dengan UU No. 1 Tahun 1967 dan Pasal 33 UUD 1945. Dalam hal “ bidang-bidang yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak” jika semula menurut UU No. 1 Tahun 1967 pihak asing hanya boleh ikut memiliki sampai maksimal 5%, namun menurut UU No.6 Tahun 1968 pihak asing sudah boleh memiliki sampai 49% dan menurut PP No. 20 Tahun 1994, pihak asing boleh memiliki sampai 95%.
Pada dasarnya, segala hal yang terjadi menunjukan dengan jelas bahwa arah ekonomi Indonesia akan dibawa ke neoliberalisme. Untuk melihat dengan jelas, kita bisa melihat 10 kebijakan neoliberalisme yang merupakan arahan Konsensus Washington yaitu sebagai berikut :
1. Disiplin fiskal. Pemerintah negara-negara berkembang diminta untuk menjaga anggarannya agar tetap surplus. Namun apabila sisi fiskal tertekan hebat, masih ditoleransi dengan defisit asal tidak lebih dari 2% PDB (Produk Domestik Bruto).
2. Belanja pemerintah (APBN) sebaiknya diprioritaskan untuk memperbaiki distribusi pendapatan dengan banyak membiayai proyek dan program untuk meningkatkan pendapatan kelompok miskin.
3. Reformasi perpajakan dengan memperluas obyek pajak dan wajib pajak.
4. Sektor finansial perlu diliberalisasikan. Para penabung harus tetap mendapatkan suku bungan riil positif dan hindari suku bunga khusus kepada debitor.
5. Dalam penentuan kurs mata uang, sebaiknya mempertimbangkan daya saing dan kredibilitas.
6. Perdagangan sebaiknya diliberalisasikan dengan menghapus berbagai hambatan yang bersifat kuantitatif agar arus perdagangan bisa lancar dan efisien.
7. Investasi asing harus diperlakukan sama dengan investasi domestik untuk mendorong perekonomian dan menciptakan lapangan kerja.
8. Privatisasi BUMN untuk menaikkan efisiensi dan membantu pembiayaan defisit APBN.
9. Melakukan deregulasi atau menghilangkan segala macam bentuk restriksi bagi perusahaan baru yang hendak ke pasar dan buat iklim kompetisi di pasar.
10. Pemerintah perlu menghormati dan melindungi hak cipta untuk menumbuhkan iklim inovatif.
Dari sepuluh formula ini, ada tiga pilar penting, yaitu:
1. Kebijakan fiskal yang disiplin dan konservatif
2. Privatisasi BUMN
3. Liberalisasi pasar.
Cara Keluar dari Jerat Asing
Ada beberapa langkah yang dapat diambil oleh pemerintah untuk mengatasi dominasi asing pada perekonomian Indonesia, antara lain:
1. Kembali ke UUD 1945
UUD 1945 adalah ketentuan perundangan yang bersifat mendasar di Republik Indonesia. Segala bentuk produk hukum yang bertentangan dengan UUD 1945 hendaknya di-judicial review sehingga semua produk hukum di Indonesia sesuai dengan UUD 1945 dan berpihak kepada rakyat.
2. Nasionalisasi perusahaan yang dikuasai asing, baik swasta maupun BUMN
3. Pemberantasan korupsi
No comments:
Post a Comment